SELAMAT DATANG dan KAMI SAMPAIKAN TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA.....SEMOGA BERMANFAAT...

Maret 23, 2021

Kaifiat (cara) Mencuci Benda yang Kena Najis

Berikut ini kaifiat (cara) mencuci benda yang terkena najis berdasarkan tingkatan najis, yaitu berat (Najis Mugallazah), sedang (Najis Mutawassitah), dan ringan (Najis Mukhaffafah).

1.     Najis Mugallazah (tebal)

Gb. anjing


Yaitu najis anjing. Benda yang terkena najis ini hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali diantaranya hendaklah dibasuh dengan air yang dicampur dengan tanah.

Sabda Rasulullah Saw yang artinya : “Cara mencuci bejana seseorang dari kamu apabila dijilat anjing, hendaklah dibasuh tujuh kali, salah satunya hendaklah dicampur dengan tanah.” (Riwayat Muslim).

 

2.     Najis Mukhaffafah (ringan)

Misalnya kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan lain selain ASI. Mencuci benda yang kena najis ini sudah memadai dengan memercikkan air pada benda itu, meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak perempuan yang belum memakan apa-apa selain ASI, kaifiat (cara) mencucinya hendaklah dibasuh sampai air mengalir di atas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.

Sabda Rasulullah Saw yang artinya : “Kencing anak perempuan dibasuh, dan kencing anak laki-laki diperciki.” (Riwayat Tirmizi).

 

3.      Najis Mutawassitah (pertengahan)

Yaitu najis yang lain daripada kedua macam yang tersebut di atas. Najis mutawassitah atau najis pertengahan ini terbagi atas dua bagian:

a.   Najis hukmiah, yaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat, bau, rasa, dan warnanya, seperti kincing yang sudah lama kering, sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air di atas benda yang kena itu.

b.    Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa, dan baunya, kecuali warna atau bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencuci najis ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, warna, dan baunya.

 

 

Sumber : Fiqih Islam ; karya H. Sulaiman Rasjid ;  Sinar Baru Algensindo; cetakan ke 29 tahun 1996 

Maret 06, 2021

BENDA-BENDA YANG TERMASUK NAJIS

Suatu barang (benda) menurut hukum aslinya adalah suci selama tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa benda itu najis. Benda najis itu banyak, diantaranya:

1.  Bangkai  binatang  darat  yang berdarah selain dari mayat manusia.

Adapun bangkai binatang laut – seperti ikan – dan bangkai binatang darat yang tidak berdarah ketika masih hidupnya – seperti belalang – serta mayat manusia, semuanya suci.

Firman Allah Swt: yang artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,” (Al-Maidah : 3)

 2.      Darah

Segala macam darah itu najis, selain hati dan limpa.

Firman Allah Swt:

حُرِّمَتۡ عَلَيۡكُمُ ٱلۡمَيۡتَةُ وَٱلدَّمُ وَلَحۡمُ ٱلۡخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ لِغَيۡرِ ٱللَّهِ بِهِۦ وَٱلۡمُنۡخَنِقَةُ وَٱلۡمَوۡقُوذَةُ وَٱلۡمُتَرَدِّيَةُ وَٱلنَّطِيحَةُ وَمَآ أَكَلَ ٱلسَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيۡتُمۡ وَمَا ذُبِحَ عَلَى ٱلنُّصُبِ وَأَن تَسۡتَقۡسِمُواْ بِٱلۡأَزۡلَٰمِۚ ذَٰلِكُمۡ فِسۡقٌۗ ٱلۡيَوۡمَ يَئِسَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمۡ فَلَا تَخۡشَوۡهُمۡ وَٱخۡشَوۡنِۚ ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗاۚ فَمَنِ ٱضۡطُرَّ فِي مَخۡمَصَةٍ غَيۡرَ مُتَجَانِفٖ لِّإِثۡمٖ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٣

Artinya :

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang  (Al-Maidah : 3)

3.   Dikecualikan juga darah yang tertinggal di dalam daging binatang yang sudah disembelih, begitu juga darah ikan. Kedua macam darah ini suci atau dimaafkan, artinya diperbolehkan atau dihalalkan. 

4.      Nanah

Segala macam nanah itu najis, baik yang kental maupun yang cair, karena nanah itu merupakan darah yang sudah busuk.

5.      Segala benda cair yang keluar dari dua pintu

Seperti tinja/kotoran, air kencing, baik dari hewan yang halal dimakan ataupun yang tidak halal dimakan.

6.      Arak; setiap munuman keras yang memabukkan

Firman Allah Swt:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ٩٠

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

7.      Anjing dan babi

Semua hewan suci, kecuali anjing dan babi.

Sabda Rasulullah Saw:

“Cara mencuci bejana seseorang dari kamu apabila dijilat anjing, hendaklan dibasuh tujuh kali, salah satunya hendaklah dicampur dengan tana,” (Riwayat Muslim)

8.      Bagian badan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup

Hukum bagian-bagian badan binatang yang diambil selagi hidup ialah seperti bangkainya. Maksudnya, kalau bangkainya najis, maka yang dipotong itu juga najis, seperti babi atau kambing. Kalau bangkainya suci, yang dipotong sewaktu hidupnya pun suci pula, seperti yang diambil dari ikan hidup. Dikecualikan bulu hewan yang halal dimakan, hukumnya suci.

Firman Allah Swt:

وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنۢ بُيُوتِكُمۡ سَكَنٗا وَجَعَلَ لَكُم مِّن جُلُودِ ٱلۡأَنۡعَٰمِ بُيُوتٗا تَسۡتَخِفُّونَهَا يَوۡمَ ظَعۡنِكُمۡ وَيَوۡمَ إِقَامَتِكُمۡ وَمِنۡ أَصۡوَافِهَا وَأَوۡبَارِهَا وَأَشۡعَارِهَآ أَثَٰثٗا وَمَتَٰعًا إِلَىٰ حِينٖ ٨٠

Artinya :

Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu) (An-Nahl : 80)

 

Semua najis tidak dapat dicuci, kecuali arak. Jika ia sudah menjadi cuka dengan sendirinya, maka ia menjadi suci apabila cukup syarat-syaratnya. Begitu juga kulit bangkai, dapat menjadi suci dengan cara disamak.

 ----------------------------------

 

Sumber : Fiqih Islam, karya H. Sulaiman Rasjid ; Sinar Baru Algensindo ; cet. 27 tahun 1994

Maret 03, 2021

TAHARAH

TAHARAH atau BERSUCI

Dalam hukum Islam, soal bersuci dan segala seluk-beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama karena diantara syarat-syarat sholat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan sholat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari najis. 


Firman Allah Swt: 

إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ ٢٢٢...

 "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri". (Al-Baqarah : 222)

Perihal bersuci meliputi beberapa perkara berikut:

a. Alat bersuci, seperti air, tanah, dan sebagainya.
b. Kaifiat (cara) bersuci.
c. Macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan.
d. Benda yang wajib disucikan.
e. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.
 
Bersuci ada dua bagian:
1. Bersuci dari hadas. Bagian ini khusus untuk badan, seperti mandi, berwudlu, dan tayamum.
2.  Bersuci dari najis. Bagian ini berlaku pada badan, pakaian, dan tempat.
 
Macam-macam air dan pembagiannya

1.  Air yang suci dan menyucikan

Air yang demikian boleh diminum dan sah dipakai untuk menyucikan (membersihkan) benda yang lain. Yaitu air yang jatuh dari langit atau terbit dari bumi dan masih tetap (belum berubah) keadaannya, seperti air hujan, air laut, air sumur, air es yang sudah hancur kembali, air embun, dan air yang keluar dari mata air.
Firman Allah Swt, yang artinya “...dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu ...”     (Al-Anfal: 11)
 
Perubahan air yang tidak menghilangkan keadaan atau sifatnya “suci menyucikan” walaupun perubahan itu terjadi pada salah satu dari semua sifatnya yang tiga (warna, rasa, dan baunya) adalah sebagai berikut:
  1. Berubah karena tempatny, seperti air yang tergenang atau mengalir di batu belerang.
  2. Berubah karena lama tersimpan, seperti air kolam.
  3. Berubah karena sesuatu yang terjadi padanya, seperti berubah disebabkan ikan.
  4. Berubah  karena  tanah  yang  suci,  begitu  juga  segala  perubahan  yang      sukar memeliharanya, misalnya berubah karena daun-daunan yang jatuh dari pohon-pohon yang berdekatan dengan sumur atau tempat-tempat air itu.
 
2. Air suci, tetapi tidak menyucikan

Zatnya suci, tetapi tidak sah dipakai untuk menyucikan sesuatu. Yang termasuk dalam hal ini ada 3 macam, yaitu:
  1. Air yang telah berubah salah satu sifatnya karena bercampur dengan suatu benda yang suci, seperti air kopi, teh, dan sebagainya.
  2. Air sedikit, kurang dari dua kulah.
  3. Air pohon-pohonan atau air buah-buahan, seperti air kelapa, dan sebagainya.
 
3. Air yang najis

Air yang termasuk bagian ini ada dua macam:
  1. Sudah berubah salah satu sifatnya oleh najis. Air ini tidak boleh dipakai lagi, baik airnya sedikit maupun banyak, sebabnya hukumnya seperti najis.
  2. Air bernajis, tetapi tidak berubah salah satu sifatnya. Air ini kalau sedikit – berarti kurang dari dua kulah – tidak boleh dipakai lagi, bahkan hukumnya sama dengan najis. Namun kalau airnya banyak, berarti dua kulah atau lebih, maka hukumnya tetap suci dan menyucikan.
 
4.  Air yang makruh

Yaitu yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain bejana emas atau perak. Air ini makruh dipakai untuk badan, tetapi tidak makruh untuk pakaian, kecuali air yang terjemur di tanah, seperti air sawah, air kolam, dan tempat-tempat yang bukan bejana yang mungkin berkarat.

 

Sumber : Fiqih Islam, karya H. Sulaiman Rasjid ; Sinar Baru Algensindo ; cet. 27 tahun 1994


Niat Zakat Fitrah

N iat adalah i'tikad tanpa ragu untuk melaksanakan sebuah perbuatan. Meski niat adalah urusan hati, melafalkannya (talaffudh) dianjurkan...